Pergi
Seorang diri untuk memutuskan dia akan pergi dari kampung halamannya, ia baru merasakan bahwa dia belum jadi apa-apa, sementara manusia yang melahirkannya sudah menua. Apakah ini pertanda bahwa kita akan di pertemukan di saat anakmu akan sukses ? atau mereka akan mendahului mu ? Aku hanya berharap kepada sesuatu dan mengatakan dalam diri bahwa engkau adalah sosok manusia yang berusaha tetap tegar walaupun mereka jauh dari kehidupan sehari-harimu ? Tolong, sampaikan kepada sang kekasihmu bahwa aku sedang berusaha untuk memberikan yang terbaik. Ia pergi meninggalkan kampung halamannya dan menderita di tanah ia memulai sesuatu, penderitaan adalah bagian dari keindahan aku akan menjemputnya bersama sang kekasih
Aku penuh dengan kekhwatiran, mengapa ? Ya aku ingin bersanding denganmu tapi firasat mengatakan dia bukan milikku tapi milik orang lain. Tak apa, cinta itu akan tetap ada dan mengalir selagi aku masih hidup. Ia hidup dalam jiwaku, ia hidup dalam keluarga dan akan terus mengalir. Dalam dunia perantauan, pikiran dan hati tak lagi saling selaras. Mengapa demikian terjadi, kemungkinan karena hanya tanda-tanda bahwa kita akan mati di perantauan dan tak sempat bersanding di hadapan keluarga. Kini, aku merantau menentukan nasibku, nasibmu, dan nasib keluarga. Tapi mengapa, tak ada yang saling memahami ? Aku hanya mengajakmu berdiskusi untuk mendengarkan suaramu yang cukup nyaring melantunkan kerinduan.
Malam di temani hujan dan rintik-rintik hujan di bulan November. Membawa duka dan kerinduan, kerinduan itu tak bisa engkau pahami dan merasakan nya. Sebab, aku berada di perantauan dan engkau di kampung halaman. Di perantauan hanya dua kemungkinan pulang membawa kerinduan atau mati membawa duka. Tapi, kau harus tahu bahwa kematian itu suatu penantian dan pulang ke kampung halaman sebuah anugrah untuk bercengkrama dengan kekasih dan keluarga. Lalu kenapa engkau tidak pulang ? Aku bertanya-tanya buat apa pulang ? Apa arti pulang ? Bukankah tidak ada penantian. Tapi yang ada hanya kematian yang menanti dan menunggu untuk pulang ke kampung halaman.
Kau harus tahu, bahwa merantau itu tidak bisa melihat keindahan dan suasana dalam rumah tangga, tempat di mana kita di lahirkan, di rawat, di besarkan, dan di kasih bekal untuk melanjutkan kehidupan. Lalu kenapa engkau tak betah tinggal di kampung halaman dan bersenda gurau dengan kekasih mu dan keluarga mu ? Dalam kutipan buku "Arah Langkah" "mengatakan bahwa Sejauh apapun kaki melangkah tujuan akhir adalah selalu rumah"
Mungkin engkau dan aku akan di pertemukan kembali atau kemungkinan di pertemukan lewat Sajak, tulisan, dan penderitaan. Sejauh apapun kaki melangkah tujuan akhir adalah pulang kepada sang kekasih lalu mengadu kepada nya bahwa tidak ada yang saling memahami, lalu ku buatkan kopi dan lintingan, lalu kita seduh bersama dan hisap lintingan itu sampai kita mengerti arti sebuah kehilangan. Kini, aku hanya menaruh harapan kepada sang khalik bahwa aku pasrahkan semua kepadamu, aku ingin pulang kepada mu. Lalu mengaduh bahwa tidak ada manusia yang saling mencintai, yang ada hanya kata-kata manis yang di bumbui.
Kau harus tahu dan mungkin tidak perlu tahu juga. Aku kembali di perantauan dan tentu ada kuensikuensi yang kita hadapi. Tentu kalian tidak akan tahu, maka dari itu merantau lah. Jauhlah dari pasangan mu, keluarga mu, sahabat mu, dan kampung halaman mu. Agar kau mengerti makna hakikat dari kerinduan.
Yogyakarta, 29 November 2024
Komentar
Posting Komentar